Selasa, 07 Juli 2015

EPESUS 1:3-14 ALLAH TELAH MENENTUKAN KITA MENJADI ANAK-ANAKNYA DI DALAM YESUS KRISTUS

ay.3 mengangkat tema utama perikop ini, yaitu berkat-berkat rohani yang menjadi alasan untuk memuji Allah. Berkat-berkat itu termasuk kekudusan (4), menjadi anak Allah (5), pengampunan (7), pengetahuan rencana Allah (9) dan Roh Kudus (13). Apakah berkat-berkat ini menarik bagi semua jemaat (termasuk sebagian yang berpendidikan teologi)? Untuk sebagian, saya dapat membayangkan tuduhan (dalam hati) bahwa “rohani” berarti “tidak praktis”, “tidak memenuhi kebutuhan sehari-hari” dsb. Coba ada uang sekolah, penyembuhan, pemberantasan korupsi dsb, baru berkat dianggap berlimpah-limpah.
Bahwa pandangan itu ada benarnya cukup jelas dari gambaran berkat/kutuk dalam PL (misalnya Ul. 26). Ada yang mengatakan bahwa harapan yang “materialistis” itu sudah diganti dengan harapan yang “rohani”. Pembahasaan itu berbahaya. Jauh lebih tepat mengatakan bahwa harapan yang materialistis itu ditunda. Ketika semua dipersatukan dalam Kristus sebagai Kepala, keadaannya akan seperti dalam Why 21, dengan bumi yang baru yang di dalamnya tidak ada yang merusak kehidupan lagi.
Namun, dalam PL pun berkat utama adalah pengenalan akan Allah. Mengapa Israel dibebaskan dari Mesir? Supaya “menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu” (Kel 6:6). Berkat-berkat rohani yang diuraikan menyangkut berkat utama itu. Kita bisa menjadi anak Allah karena ditebus oleh darah Kristus sehingga kita memiliki jaminan atas warisan (LAI “bagian”) yang dijanjikan. Mengapa hal-hal itu terasa abstrak, terasa tidak menyentuh kehidupan nyata? Saya duga jawabannya dalam ay.13. Roh Kuduslah yang menjadikan berkat-berkat itu bagian dari kehidupan kita, kebutuhan nyata. Sama seperti orang dari luar Toraja sulit memahami keasyikan pesta orang mati di Toraja [maaf kepada pembaca dari luar Toraja :)], orang tanpa Roh Kudus sulit memahami mengapa Allah begitu layak dipuji karena berkat-berkat-Nya dalam Kristus. (Mungkin perlu dicatat bahwa harapan dari Injil yang ditanam Roh Kudus ternyata sangat membantu kita untuk memaksimalkan keadaan yang ada, entah baik atau buruk, sehingga ada gunanya untuk sekarang. Khususnya, kita dimampukan untuk berjuang dalam kasih, seperti dalam pp.4-6.)
Dalam komentar di bawah, saya menebalkan kata-kata tentang kedaulatan Allah, menggarisbawahi kata-kata tentang kemuliaan Allah dan pujian, dan memiringkan kata-kata tentang anugerah (kasih karunia). Perikop ini dimulai dan diakhiri dengan panggilan untuk memuji Allah, dan inti perikop ini adalah anugerah Allah yang terwujud dalam Kristus (aa.7-8). Bagaimana dengan kedaulatan Allah? Orang suka pusing menghadapi pernyataan seperti dalam a.11 bahwa keputusan orang “dari semula ditentukan” dan bahwa Allah “di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya”. Di mana lagi kebebasan manusia kalau demikian? Sebagai jawaban, perlu diingat bahwa Allah adalah Pencipta, bukan salah satu kuasa di antara banyak kuasa yang lain dalam dunia ini. Jadi, dari satu segi semua kuasa dan kemampuan, termasuk kehendak kita, bergantung pada kuasa Allah yang menopang segala sesuatu. (Jadi, yang menjadi misteri ialah bahwa kita memiliki kehendak bebas, bukan bahwa Allah berdaulat.) Tetapi hal itu bukan fokus Paulus di sini. Rencana Allah diwujudkan dalam Kristus dan diterapkan oleh Roh Kudus. Kedaulatan Allah adalah pelayan rencana Allah itu. Jadi, kedaulatan Allah bukan suatu kehendak yang kabur (sehingga menakutkan), tetapi melayani rencana Allah yang sudah dinyatakan dalam Kristus (a.9).
Jadi, selayaknya perikop ini menjadi bahan untuk kita memuji Allah. Jika kita dimeteraikan dengan Roh Kudus sehingga berada di dalam Kristus maka semua berkat ini adalah milik kita, milik kita yang sangat berharga.
(3) Terpujilah Allah dan Bapa [dari] Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakankepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.
Kata Bapa tidak merujuk ke Tuhan kita Yesus Kristus, melainkan Allah adalah juga Bapa dari Tuhan Yesus Kristus [satu artikel (ho) dipakai untuk kedua kata Allah (theos) dan Bapa (pater)]. Perikop ini bersifat ketritunggalan, karena kata rohani merujuk ke karya Roh Kudus, atau paling sedikit dalam a.14 Roh Kuduslah yang menjadikan berkat-berkat rohani ini nyata dalam kehidupan.
(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. 
(5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya
(6) supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.
ay.4 adalah pernyataan mendasar; ay.5 memberi keterangan [kata kerjanya adalah partisip, bukan indikatif]; a.6 adalah tujuannya. Bahasa “kudus”, “tak bercacat” dan “anak” adalah bahasa yang dipakai dalam PL untuk umat Allah, sama seperti “menjadikan kita milik Allah” dalam a.14.
(7) Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, (8) yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian. (9) Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nyayaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus (10) sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.
ay.7-8 adalah pernyataan mendasar; a.9 memberi keterangan [juga partisip], mungkin atas kelimpahan kasih karunia Allah—bukan hanya bahwa kita ditebus oleh darah Kristus tetapi juga kita diberitahu mengenai rencana agung Allah; a.10 adalah tujuannya. Kali ini tujuannya bukan pujian melainkan pemersatuan segala sesuatu dalam Kristus. Darah Kristus dalam a.7 adalah caranya untuk a.4, dan bagian ini (khususnya a.7 dan a.10) menjelaskan mengapa ada “di dalam Dia” terus-menerus dalam perikop ini. Kristus adalah pewujud rencana Allah.
(11) Aku katakan “di dalam Kristus”, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan–kami yangdari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya— (12) supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.
Kata kami adalah tafsiran—dalam bahasa Yunani (dan Ibrani dan Inggris) tidak dibedakan anatara kita dan kami. Tafsiran itu tepat, tetapi bagi pembaca asli baru akan jelas dalam a.12 dalam perkataan “yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus” bahwa “kita/kami” merujuk pada kelompok Paulus, bukan pembaca. “Kami” adalah orang-orang Yahudi (lihat juga 2:1-3 dan 2:11-12), yang memang menjadi yang pertama percaya. Mereka adalah tahap pertama dalam pemersatuan segala sesuatu dalam Kristus. Tujuannya pujian kembali (a.12b).
(13) Di dalam Dia kamu juga–karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu–di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.
Tahap berikut dalam pemersatuan segala sesuatu adalah orang non-Yahudi yang jadi percaya (bnd. 2:11-22). Kedua ayat ini adalah dasar ringkas untuk suatu urutan keselamatan (ordo salutis). Yang pertama adalah pendengaran Injil tentang keselamatan, sehingga ada yang percaya. Yang percaya dimeteraikan dengan Roh Kudus (yang menunjukkan bahwa mereka adalah milik Allah) yang menjadi jaminan bahwa mereka akan menerima segala yang dijanjikan Allah pada akhir zaman itu. Jadi, pemberitaan menjadi pintu masuk untuk keselamatan eskatologis (hidup kekal). Roh Kuduslah yang menerapkan dalam kehidupan orang percaya rencana Allah yang terwujud dalam Kristus. Namun, perlu diperhatikan apakah tujuan Allah. Bukan keselamatan saya saja (sebagai individu), melainkan kita sebagai umat milik Allah.


Selasa, 30 Juni 2015

Yehezkiel 2:1-5 Tuhan mengutus Pemberita FirmanNya

       Dalam Yeh. 2:1-5 dikatakan bahwa Yehezkiel adalah anak manusia. Istilah anak manusia ini adalah ketika Tuhan berbicara secara langsung kepada Yehezkiel. Ungkapan ini hendak menyatakan bahwa sekalipun Yehezkiel adalah manusia, dia adalah orang yang dipanggil Tuhan untuk berbicara atas nama Allah kepada bangsa Israel. Allah memanggil Yehezkiel yang adalah seorang imam (Yeh. 1:1-3). Ia dibuang ke Babel pada masa pemerintahan Yoyakhin (II Raja-raja 24:10-17). Ia dipanggil untuk menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa yang durhaka kepada Allah (Yeh. 2:5,6,8,9 3:26, 27, 12:2,3 24:3, 44:6). Di tengah situasi ini ia tetap tidak boleh takut (2:6) baik orang Yehuda mau mendengar maupun tidak (2:5,7 3:11) Tugas Yehezkiel adalah untuk menyampaikan pesan Ilahi (2:7-8) Dalam tugasnya ini Yehezkiel banyak menerima penolakan dari bangsanya sendiri (3:25) Dia juga menderita dan berduka karena istrinya tercinta juga diambil oleh Tuhan pada masa tugasnya menyampaikan pesan Tuhan ini (24:15-27). Adapun ciri-ciri dari pemberontakan Israel kepada Tuhan adalah: 1. Tidak mau mendengarkan firman Tuhan (Yeh. 3:7) 2. Bangsa Israel beribadah kepada ilah-ilah lain (Yeh. 6:1-10, 8:10-15, 16:16-22) 3. Tidak berlaku adil dalam kehidupan masyarakat (Yeh. 7:10-13, 8:17) 4. Bangsa ini mengikat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan lain untuk memperoleh bantuan dan bukan lagi mengandalkan Tuhan (Yeh. 16:28-43) Inilah tugas berat yang diemban Yehezkiel yang harus dinyatakan terhadap bangsa Israel, agar bangsa ini bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Tuhan memberi kekuatan Yehezkiel untuk menjalani tugas ini agar dia tidak takut dan tidak melarikan diri, melainkan tetap setia yang disuruh Tuhan. 
Aplikasi
       Di dalam perjalanan hidup kekristenan kita, apakah kita sebagai hamba Tuhan atau jemaat biasa, kita sering menemukan orang-orang yang tidak lagi mendengarkan firman Tuhan yang nampak dalam kehidupannya, yang tidak sesuai lagi dengan kehendak Tuhan. Demi kesuksesan dunia, jabatan, pangkat, dan materi, manusia menghalalkan segala cara, walaupun dikatakan sebagai seorang kristen, namun orang tersebut sering mengandalkan kuasa-kuasa lain, tidak lagi mengandalkan kekuatan Tuhan sehingga berdampak dalam kehidupan masyarakat, terlihat dari banyaknya pihak yang mencari kesenangan sementara, tapi akhirnya menderita sengsara karena dia lupa akan Tuhan, juru selamat yang memberikan berkat dalam setiap pekerjaan dan kehidupan. 
Di dalam situasi inilah kita disuruh Tuhan untuk memberikan terang firman Tuhan melalui pendekatan, perkunjungan, konseling, dan doa dalam kehidupan masa kini, baik secara pribadi maupun persekutuan untuk dapat membawa orang-orang yang demikian kembali kepada jalan Tuhan, bersekutu dengan Tuhan, memuliakan nama Tuhan, dan mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan. Tugas ini hanya dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan pengorbanan untuk masa depan, agar nama Tuhan dipermuliakan. Hal ini dapat terlaksana melalui Roh Tuhan, firman Tuhan, melalui kerendahan hati, oleh semua pelayan-pelayan Tuhan, mulai dari tingkat kehidupan di dalam jemaat Tuhan. Marilah kita laksanakan dengan doa dan penuh harapan agar semuanya dapat dilaksanakan sesuai kehendak Tuhan. pemberita